Forum Peduli Kesehatan Reproduksi Anak

Denpasar, BKKBN Bali

Pembinaan ketahanan remaja memiliki peran yang sangat penting dalam hal pembangunan manusia. Hal ini karena remaja merupakan calon pelaku pembangunan sehingga harus disiapkan lebih matang untuk menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.

Di era Revolusi Industri 4.0 saat ini, tantangan dalam hal pembinaan ketahanan remaja cukup besar, diantaranya aksesibilitas terhadap berbagai media serta pengaruh negatif teman sebaya yang menjadikan remaja rentan terhadap perilaku seksual berisiko. Remaja menjadi rentan mengalami pernikahan di usia dini, kehamilan tidak diinginkan, dan terinfeksi penyakit seksual menular.

Terkait dengan hal tersebut maka pengetahuan akan pentingnya kesehatan reproduksi khususnya reproduksi anak remaja sangat diperlukan. Kesehatan reproduksi mulai mendapat perhatian khusus di tingkat global pada saat penyelenggaraan konferensi Internasional tentang kependudukan dan pembangunan di Kairo, Mesir pada Tahun 1994.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melakukan upaya untuk meningkatkan kesehatan reproduksi dengan kampanye Keluarga Berencana melalui pendekatan hak-hak reproduksi manusia. Hal ini dikarenakan KB sebenarnya merupakan bagian dari kesehatan reproduksi.

Sehubungan dengan upaya tersebut, maka perwakilan BKKBN Provinsi Bali mengadakan Forum Peduli Kesehatan Reproduksi Anak Bersama Mitra Kerja. Forum yang dilaksanakan pada Selasa (15/10) di Hotel Inna Bali, Denpasar bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan komitmen stakeholder dan mitra kerja baik pemerintah maupun swasta terhadap Program KKBPK, dan juga kesehatan reproduksi khususnya reproduksi anak.

Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Bali, Catur Sentana mengatakan bahwa forum tersebut merupakan pertemuan yang sangat strategis, karena dengan hadirnya forum peduli kesehatan reproduksi anak maka diharapkan para mitra kerja dan stakeholder dapat meyakinkan masyarakat bahwa kesehatan reproduksi sangat penting dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

“ Forum ini merupakan hal yang strategis dalam menangani kesehatan reproduksi khususnya kesehatan reproduksi anak saat ini. Selain itu, hal ini sejalan dengan visi misi dan program prioritas nasional yang ditetapkan oleh pemerintah. Maka diharapkan dengan hadirnya forum ini dapat meyakinkan masyarakat akan pentingnya kesehatan reproduksi”, Jelasnya.

Catur Sentana menambahkan bahwa menurut Studi The Council Foreign Relation (CFR), fenomena perkawinan anak banyak ditemukan di berbagai belahan dunia, di Indonesia sendiri menduduki rangking 37 dan tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja. Sehingga data tersebut menunjukkan betapa seriusnya masalah perkawinan anak. Sedangkan di Provinsi Bali, berdasarkan data SDKI 2017 angka ASFR adalah 22/1000 perempuan. Artinya, dari 1000 perempuan di bali, terdapat 22 perempuan yang telah memiliki anak pada usia 15-19 Tahun.

Anggota Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah Bali, Ni Luh Gede Yustini mengatakan bahwa untuk mengatasi kasus tersebut peran keluarga sangat diperlukan. Keluarga juga perlu memahami dampak dari pernikahan usia dini seperti apa , dan yang kedua adalah peran masyarakat untuk menghindari hal tersebut terjadi lagi.

“ Keluarga wajib untuk mengetahui apa saja dampak dari perkawinan anak, sehingga anak tidak terjerumus untuk terlibat perkawinan anak . Hal kedua adalah masyarakat perlu mewujudkan impian bersama untuk melindungi anak-anak, sehingga dari impian tersebut hadirlah rumusan-rumusan apa saja yang mereka bisa lakukan untuk menghentikan perkawinan anak”, Jelasnya.