Workshop Kesehatan Reproduksi Remaja

Masa remaja merupakan periode penting bagi anak-anak dalam menentukan dan membangun jati diri. Pembinaan ketahanan remaja diperlukan karena kondisi remaja di era revolusi industri 4.0 ini bukan tanpa tantangan. Masih ada banyak permasalahan yang mengancam remaja, terutama yang terkait dengan kesehatan reproduksi, NAPZA, nikah dini dan bullying.

Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini sedang marak kasus kekerasan terhadap anak atau remaja yang dikenal dengan istilah bullying di sekolah. Bullying di kalangan remaja berpotensi dapat mengganggu proses tumbuh kembang anak dan remaja, sehingga butuh perhatian lebih untuk kasus tersebut.

Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan, adanya peningkatan kasus bullying di kalangan pelajar sejak tahun 2011 hingga 2016 yang terdiri dari 122 anak menjadi korban menjadi 131 anak menjadi pelaku. Selain itu, Kementrian Sosial juga menyebutkan hingga Juni 2017, telah menerima laporan sebanyak 117 kasus bullying.

Maka dari itu, untuk mengatasi kasus bullying pada kalangan remaja di Provinsi Bali, Badan Perwakilan BKKBN Provinsi Bali mengadakan workshop kesehatan reproduksi remaja (16/12) dalam hal ini membahas lebih dalam terkait apa saja yang menjadi akibat bullying. Materi tersebut diberikan langsung oleh Psikolog,  Caecilia Nirlaksita, S.Psi.

Dalam paparannya, Caecilia mengatakan bahwa bullying merupakan kondisi darurat di dunia anak setelah HIV/AIDS, Pornografi, NAPZA, dan Kekerasan seksual anak. Sehingga, bullying penting dipelajari oleh setiap orang tua. Sebagai pembelajaran anak, diharapkan orang tua sedini mungkin mampu membangun kesadaran tentang pentingnya berbicara atau berkomunikasi dari hati ke hati kepada anak.

“Ketika anak menjadi korban, tanyakan dengan kata-kata yang lembut, apa yang terjadi padanya, apapun yang diceritakan atau pendapat anak, jangan adakan sanggahan pada keterangannya. Anak dengan sendirinya membuka diri untuk menyampaikan perasaan dan peristiwanya. Hal tersebut akan membantu anak untuk keluar dari trauma akibat pembullyan”, Ucapnya.

Penyiksaan/bullying bisa dilakukan anak secara verbal, seperti memaki, menghina, dan menggosip, mempermalukan, mencela, merendahkan, mengejek, mengasingkan. Bahkan kekerasan secara fisik seperti memukul, menendang, menelanjangi, mencubit, dan memalak. Ada pula penyiksaan mental atau psikologis dengan cara memelototi, memandang sinis, mencibir dan mendiamkan orang lain.

“Bullying dilakukan secara sistematik oleh pelakunya. Dia akan memikirkan cara bagaimana dampak yang menimpa korban. Semakin jatuh fisik dan mental korban, maka pelaku merasa berhasil dan senang. Hal ini tidak boleh terus terjadi pada anak-anak kita. Mari kita rangkul mereka agar tidak menjadi keduanya baik pelaku maupun korban”, Ujarnya.

Selain penerimaan materi , Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Bali juga memberikan arahan terkait kondisi remaja saat ini, Catur Sentana mengatakan bahwa untuk mengatasi kondisi darurat di dunia anak diperlukan dukungan pola asuh dari orang terdekat.

“Pentingnya dukungan pola asuh yang baik dari orang tua di lingkungan keluarga, dan juga para guru di sekolah mengingat kasus bully banyak terjadi di ligkungan sekolah”, Ucapnya.

Adapun komentar dari anggota PIK-R SMAN 1 Tabanan, I Kadek Dendra Sudinata mengatakan bahwa workshop ini sangat bermanfaat bagi mereka para remaja untuk mengetahui dampak apa saja yang terjadi pada kasus bullying dan bagaimana menyelamatkan serta merangkul para korban agar tidak menjadi trauma.

“Setelah menghadiri workshop ini, saya akan merangkul teman-teman saya yang merupakan korban bullying dan tentunya dengan melakukan sosialisasi kembali terkait bullying di berbagai tempat”, Komentarnya

Kegiatan yang diadakan Hotel Fairfield, Kuta ini dihadiri oleh Pembina PIK Remaja se-Bali, Konselor dan pendidik Sebaya se-Bali, dan anggota Forum GenRe Provinsi Bali.